Profil Desa Parikesit
Ketahui informasi secara rinci Desa Parikesit mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Parikesit, Kejajar, Wonosobo. Kenali perannya sebagai desa di jantung "segitiga emas" wisata Dieng, dekat Telaga Warna, serta dinamika masyarakat agraris pewaris nama ksatria Mahabharata.
-
Warisan Nama Epik Mahabharata
Desa ini menyandang nama "Parikesit", seorang raja agung dari epos Mahabharata, yang mencerminkan kedudukan historis dan kulturalnya yang penting di "Tanah Para Dewa", Dieng.
-
Berada di Jantung Wisata Dieng
Desa Parikesit berlokasi strategis di pusat "segitiga emas" pariwisata Dieng, dengan wilayahnya yang berbatasan langsung atau mencakup objek-objek vital seperti Telaga Warna, Telaga Pengilon, dan Dieng Plateau Theater.
-
Komunitas Aktor Pariwisata Langsung
Masyarakatnya tidak hanya petani, tetapi juga merupakan aktor langsung dalam industri pariwisata, secara aktif mengelola berbagai jasa pendukung yang melayani ribuan wisatawan setiap hari.
Di Dataran Tinggi Dieng, di mana legenda dan sejarah terpatri pada setiap jengkal tanahnya, terdapat sebuah desa yang namanya seakan ditakdirkan untuk menempati posisi sentral: Desa Parikesit. Diambil dari nama seorang raja pewaris takhta Pandawa dalam epos Mahabharata, desa di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo ini bukan sekadar pemukiman biasa. Ia adalah jantung yang berdetak di pusat sirkulasi pariwisata Dieng, sebuah desa yang hidup dan bernapas di antara objek-objek wisata paling ikonik seperti Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Desa Parikesit adalah panggung di mana kehidupan agraris yang tangguh berpadu langsung dengan denyut nadi pariwisata modern.
Warisan Epos Mahabharata di Tanah Para Dewa
Pemilihan nama "Parikesit" untuk sebuah desa di Dieng bukanlah suatu kebetulan. Dalam wiracarita Mahabharata versi Jawa, Parikesit adalah raja agung dari Hastinapura, cucu dari Arjuna, yang dikenal bijaksana dan menjadi harapan terakhir dari dinasti Pandawa. Penamaan ini memiliki resonansi yang sangat kuat dengan status Dieng sebagai "Di-Hyang" atau "Tempat Para Dewa", sebuah kawasan yang dianggap sakral dan memiliki ikatan spiritual yang mendalam dengan epos Hindu-Buddha.Pemberian nama yang agung ini mengindikasikan bahwa para pendiri desa memiliki visi atau kesadaran akan posisi penting wilayah mereka. Desa Parikesit seolah-olah diposisikan sebagai "sang pewaris" atau "penjaga" dari tanah suci di sekitarnya. Identitas yang berakar pada mitologi ini memberikan lapisan makna yang dalam bagi desa, mengangkatnya dari sekadar entitas geografis menjadi sebuah tempat dengan warisan narasi yang kaya dan prestisius.
Geografi dan Demografi: Berada di Pusat Sirkulasi Wisata
Keistimewaan Desa Parikesit terletak pada lokasinya yang tak tertandingi. Desa ini berada tepat di tengah-tengah gugusan objek wisata utama Dieng. Jika diibaratkan, desa ini adalah hub atau terminal pusat di mana berbagai arteri pariwisata bertemu. Wilayahnya berbatasan langsung atau bahkan menjadi lokasi dari beberapa destinasi paling vital di Dieng.Secara administratif, Desa Parikesit memiliki luas wilayah sekitar 295 hektare. Batas-batas wilayahnya meliputi:
Berbatasan dengan Desa Dieng
Berbatasan dengan Desa Dieng
Berbatasan dengan Desa Sembungan
Berbatasan dengan Desa Sikunang
Berdasarkan data kependudukan per September 2025, jumlah penduduk Desa Parikesit diperkirakan mencapai 2.800 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 949 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan ini mungkin tidak setinggi desa-desa pusat pemerintahan, namun aktivitas harian di desa ini jauh melampaui jumlah penduduknya karena arus wisatawan yang konstan.
Jantung Pariwisata Dieng: Hidup dari Denyut Nadi Wisatawan
Perekonomian Desa Parikesit telah mengalami transformasi fundamental dari yang semula murni agraris menjadi ekonomi hibrida yang sangat bergantung pada sektor pariwisata. Ini adalah konsekuensi logis dari lokasinya yang menjadi halaman depan bagi objek-objek wisata berikut:
Telaga Warna dan Telaga Pengilon: Dua danau ikonik ini berada tepat di batas wilayah Desa Parikesit. Seluruh aktivitas pendukung di pintu masuk utama, seperti area parkir, puluhan warung makan dan deretan kios suvenir, dikelola dan dioperasikan oleh warga Desa Parikesit.
Dieng Plateau Theater: Gedung teater yang memutar film dokumenter tentang Dieng ini juga berada dalam jangkauan langsung desa. Warga menyediakan berbagai layanan bagi para pengunjung teater.
Kedekatan dengan Objek Lain: Dari desa ini, akses menuju Kawah Sikidang dan Kompleks Candi Arjuna hanya berjarak sangat dekat, menjadikannya titik singgah yang sangat strategis.
Masyarakat Desa Parikesit secara kolektif telah menjadi penyedia jasa utama. Pemandangan sehari-hari di desa ini adalah kesibukan warga mengelola parkir, menjajakan oleh-oleh khas Dieng seperti carica, purwaceng, dan keripik kentang, serta menyajikan hidangan hangat bagi para wisatawan yang kedinginan.
Agrikultur di Tengah Pusaran Turisme
Meskipun pariwisata telah menjadi mesin ekonomi utama, Desa Parikesit tidak meninggalkan identitasnya sebagai desa agraris. Di sela-sela area wisata dan pemukiman, masih terhampar ladang-ladang kentang yang diolah dengan tekun. Namun praktik pertanian di sini menghadapi dinamika yang unik. Para petani harus berbagi ruang dan sumber daya dengan industri pariwisata.Tantangannya meliputi keterbatasan lahan untuk ekspansi pertanian karena tingginya nilai lahan untuk kepentingan komersial. Selain itu, aktivitas pertanian harus berjalan di tengah lalu lintas wisatawan yang padat. Namun, ada pula simbiosis yang menarik. Banyak hasil panen, terutama kentang berkualitas, yang tidak perlu dibawa jauh ke pasar karena langsung terserap oleh warung-warung di desa untuk diolah menjadi berbagai hidangan bagi wisatawan. Sinergi ini menciptakan sebuah model ekonomi sirkular skala desa yang efisien.
Dinamika Komunitas Sebagai Aktor Pariwisata Langsung
Masyarakat Desa Parikesit bukanlah penonton pasif dari gemerlap pariwisata di halaman mereka; mereka adalah aktor utamanya. Keberhasilan desa dalam mengelola dampak pariwisata terletak pada kekuatan kelembagaan lokalnya, seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).Lembaga-lembaga inilah yang mengorganisasi pengelolaan parkir, mengatur penataan kios-kios agar tertib, dan sering kali menjadi inisiator program kebersihan lingkungan. Mereka memastikan bahwa pendapatan dari sektor pariwisata dapat didistribusikan secara lebih merata dan digunakan untuk pembangunan fasilitas desa. Saat perhelatan akbar seperti Dieng Culture Festival berlangsung, seluruh desa akan bahu-membahu bekerja, menunjukkan kekompakan dan kapasitas mereka dalam menangani event berskala besar.
Tantangan Pengelolaan Destinasi Inti
Berada di jantung pariwisata membawa tantangan yang sangat kompleks. Pertama, tekanan over-tourism. Pada musim liburan, desa ini mengalami lonjakan pengunjung yang luar biasa, memberikan tekanan berat pada infrastruktur jalan, ketersediaan air bersih, dan terutama pengelolaan sampah.Kedua, keseimbangan antara konservasi dan komersialisasi. Terdapat tarikan konstan antara kebutuhan untuk melestarikan keaslian dan kesakralan situs seperti Telaga Warna dengan desakan untuk membangun lebih banyak fasilitas komersial demi meningkatkan pendapatan. Menjaga agar pembangunan tidak merusak aset alam dan budaya yang menjadi daya tarik utama adalah sebuah perjuangan yang berkelanjutan.Ketiga, ketergantungan ekonomi. Ketergantungan yang sangat tinggi pada sektor pariwisata membuat ekonomi desa rentan terhadap guncangan eksternal, seperti bencana alam atau krisis kesehatan global yang dapat menghentikan arus wisatawan secara tiba-tiba.Sebagai kesimpulan, Desa Parikesit adalah sebuah desa yang secara luar biasa mampu menyandang nama besarnya. Dengan kearifan dan dinamikanya, masyarakatnya telah berhasil memerankan diri sebagai penjaga sekaligus pengelola dari beberapa warisan alam dan budaya terpenting di Dieng. Mereka adalah potret dari sebuah komunitas yang hidup di persimpangan jalan antara masa lalu yang mitologis, masa kini yang agraris, dan masa depan yang sepenuhnya terikat pada pariwisata. Keberhasilan Desa Parikesit dalam menyeimbangkan ketiga elemen ini akan menentukan kelestarian jantung Dataran Tinggi Dieng itu sendiri.
